Dua cangkir terdiam dihadang malam Seakan sedang terkenang: Romantika sejarah yang menggenang.."JASMERAH"

Selasa, 03 Januari 2012

Alun-alun Kota Malang ( III ): Tugu Kemerdekaan

Foto Tugu kemerdekaan yang terlihat dari dekat yaitu didalam area Alun-Alun Bunder kota Malang.

Nampak Tugu Kemerdekaan dan juga Alun-Alun Bunder Kota Malang, Foto ini diambil dari depan SMAN 1 Malang.

Lama diam di depan sebuah sekolah favorit kota Malang, pikiran mencoba menerka-nerka kejadian masa silam. Di seberang sana ada bangunan tugu, sepintas mirip es lilin, tepat di tengah alun-alun bunder. Monumen tua yang dikelilingi taman yang indah, belum lagi bunga teratai yang mengapung diatas kolam yang melingkarinya.
Keberadaan Alun-alun ini merupakan salah satu upaya pihak kolonial Belanda untuk menaklukkan Jawa secara kultural, ini bisa dilihat dari nama alun alun sebelumnya, J.P. Coen Plein, nama Gubernur Jenderal periode awal bangsa Belanda di Indonesia.1 Di wilayah inilah kewibawaan pemerintah kolonial menemui kemenangan dalam pertarungan simbol-simbol dengan bangsa pribumi, tidak ada satupun aktivitas rakyat pribumi dilangsungkan disini.
Berbeda dengan kolonial Belanda, pada masa pendudukan Jepang, Jepang tidak begitu hirau dengan simbol-simbol kekuasaan, dan lebih terkesan untuk menghindari hal-hal tersebut. Tidak ada tindakan yang berarti terhadap simbol-simbol ataupun upaya pembangunan citra, Jepang lebih memilih untuk berkonsentrasi dalam proyek perangnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan diperdengarkan, sebagaimana kota-kota lain di Indonesia, di Kota Malang juga turut dibentuk KNID dan BKR. Masa peralihan di Malang sangat berbeda dengan di Surabaya. Sekalipun terjadi banyak insiden, itu semua tidak mempengaruhi kelangsungan Pemerintahan Indonesia. Di Malang telah terbentuk suatu Dewan Pimpinan Daerah yag dipimpin oleh Bpk. Sam. Jadi pemerintahan di Malang bisa berjalan dengan baik. Dari sinilah pemerintah mulai membangun Kota Malang. Salah satu rencana Pemerintah saat itu adalah membangun sebuah Tugu Kemerdekaan di Kota Malang.2 Rencana pembangunan ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1946, tepat satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Peletakkan batu pertama ini dihadiri antara lain oleh Dul Arnowo yang merupakan tokoh pejuang dalam pertempuran 10 November di Surabaya. Pada saat peletakkan batu pertama ini, ia telah menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur. Selain Dul Arnowo, hadir pula Mr Sunarko Residen Malang. Pembangunan tugu tersebut dalam keadaan 95 persen terpaksa dihentikan karena adanya aksi agresi militer yang pertama dari tentara Belanda.3

Sasaran utama sangat jelas, yaitu menduduki Alun-alun Bunder yang selama ini menjadi ujung tombak dalam pertarungan simbol, sementara gedung Balaikota yang turut menjadi korban politik bumi hangus dan perebutan wilayah kekuasaan~laksana pola tingkah laku harimau yang menandai wilayah-wilayah kekuasaannya, maka monumen tugu yang sebelumnya berbentuk bambu runcing tersebut dihancurkan. Sebelumnya, Belanda melakukan penaklukan wilayah dengan cara yang halus, membungkus tugu dengan bendera Belanda yang berukuran besar dan menutup puncak tugu dengan penutup berbentuk mahkota raja berukuran besar. Dari sini dapat dipahami bagaimana Belanda ingin kembali menghadirkan nuansa Eropa ke Kota Malang tanpa harus membangun tugu baru.
Pada 23 Desember 1948 Tugu Kemerdekaan dihancurkan, dan darisinilah pertikaian antara Belanda dan warga Malang menemui puncaknya hingga pada tahun 1949 Belanda yang mendapat tekanan besar dari dunia internasional termasuk Amerika Serikat kembali ke meja perundingan.
Pada 1 Mei 1950, sekelompok simpatisan Partai Komunis Indonesia membuat patung besar berbentuk manusia setinggi dua kali orang dewasa ditengah-tengah pondasi bekas tugu kemerdekaan, hal ini memunculkan reaksi yang cukup kuat dari rakyat Malang dengan membentuk kembali Panitia Tugu Kemerdekaan pada 9 Juni 1950 dan selesai pada pertengahan 1953. Rakyat menyambut dengan sangat luar biasa Tugu tersebut yang seakan mengembalikan kemenangan dan hak yang sempat terlepas akibat agresi militer Belanda I & II.
Pada 20 Mei 1953, Presiden Sukarno meresmikan Tugu Kemerdekaan, ribuan rakyat Malang berduyun-duyun memadati Alun-alun Bunder sekedar menjadi saksi peresmian tugu tersebut. Belakangan diketahui bahwa ribuan rakyat yang hadir di Alun-alun Bunder saat itu bukan karena kehadiran kembali Tugu Kemerdekaan, tetapi karisma Bung Karno lah yang menjadi ‘daya magnet’ bagi ribuan wajah yang datang dan menyaksikan upacara peresmian secara khidmat.
Tugu kemerdekaan di Alun-alun Bunder sangat mendominasi Kota Malang. Dalam sebuah momen pengumpulan dana sosial, tugu kemerdekaan berpindah ke pin-pin kecil yang dijual kepada masyarakat. Bahkan pada 14 Juli 1970, Tugu Kemerdekaan dijadikan lambang Kota Malang menggantikan lambang kota lama yang berbentuk burung garuda.4

Tapi demikian, pada dasarnya keberadaan Alun-alun Bunder yang sejak awal dijauhkan dari kehadiran rakyat Malang, hingga saat ini pun terkesan sangat jauh bagi masyarakat. Seperti halnya saya sendiri yang lebih akrab dengan alun-alun kota yang berada di Jl. Merdeka ketimbang dengan Alun-alun Bunder yang lebih menampilkan kesan ‘borjuasi’.

(1)    Purnawan Basundoro, Dua Kota Tiga Zaman (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 215
(2)    http://pasartugu.blogspot.com/2008/02/tugu-monument.html
(3)    Dewan Pemerintah Kota Malang, 40 Tahun Kota Malang (Malang DPK Malang 1954), hlm. 25
(4)    Purnawan Basundoro, Dua Kota Tiga Zaman (Yogyakarta: Ombak, 2009), hlm. 223

sebelumnya; Alun-alun Bunder