Dua cangkir terdiam dihadang malam Seakan sedang terkenang: Romantika sejarah yang menggenang.."JASMERAH"

Revolusi Indonesia Merdeka


... selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah...
tidak akan kita menyerah kepada siapapun juga...
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka...
... mulailah kita sekarang ini, majulah kita sekarang ini... Insyaallah kemenangan akhir kita akan mencapainya... Allahuakbar... merdeka (Bung Tomo)
... kita ingin menjadi bangsa yang digembleng oleh keadaan, digembleng hampir hancur lebur bangun kembali, hampir hancur lebur bangun kembali, hanya dengan jalan demikianlah kita menjadi bangsa yang berotot kawat balung besi... (Soekarno, pidato maulid Nabi 1963)
...engkau pemuda-pemudi yang berkumpul disini, sekarang mengerjakan investmen, kerjakanlah pekerjaanmu itu sebaik-baiknya, kerjakanlah sebaik-baiknya oleh karena apa yang kau kerjakan itu adalah ilmu, dan ilmu itu bukan untukmu sendiri tapi ialah untuk anak-cucumu, untuk bangsa Indonesia, untuk rakyat Indonesia, untuk tanah air Indonesia, untuk negara Republik Indonesia... (Soekarno, Pidato didepan mahasiswa AS 1956)

watak budaya bangsa telah dicita-citakan dalam Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Revolusi Indonesia bukanlah hanya untuk mengusir imperialisme dan kolonialisme, revolusi Indonesia lebih jauh dari itu, bagaimana mungkin membangun bangsa tanpa revolusi? Bagaimana mungkin menjalankan revolusi dengan mengatakan bahwa revolusi telah selesai? Tidak akan mungkin menjadi bangsa yang kuat, tiada akan pernah gagasan besar: Pancasila dapat tercapai tanpa adanya dinamika, tanpa adanya dialektik, tanpa romatik. Revolusi Indonesia menuju pada kerangka: sosialisme, dunia baru tanpa eksploitasi manusia oleh manusia, bukan pada liberalisme-kapitalistik.
Kenyataannya saat ini, bangsa Indonesia digiring pada liberalisme (individualism, pragmatisme), pilar-pilar dari liberalisme kian kuat sementara ketimpangan sosial semakin tajam dan gamblang. Sekulerisasi lewat pemisahan antara agama dan pendidikan yang nyata sekali 'ingkar' terhadap Pancasila yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama, individualisme dan pragmatisme yang mengingkari Pancasila yang jelas jelas mengedepankan kegotong royongan. Tokoh-tokoh politik juga memberi keteladanan yang menjauh dari Pancasila; koalisi-koalisian, oposisi-oposisian.

... kemerdekaan rakyat Indonesia baru tercapai bila kemerdekaan politik 100% berada di tangan rakyat Indonesia (Tan Malaka, GERPOLEK)

Bagaimana mungkin membangun kemerdekaan 100% jika ketimpangan sosial masih dipertahankan (masing-masing bikin kerajaan, sedangkan Punakawan masih juga ditelantarkan) dan kewibawaan negara benar-benar sedang dihabisi oleh mafia-mafia, oleh bandit-bandit oleh borjuasi yang mengedepankan ideologi perut,
Kembali mengoreksi diri untuk kembali mengobarkan revolusi, Indonesia tidak akan mati.

ayo bangsa Indonesia, dengan jiwa yang berseri-seri, mari berjalan terus, jangan berhenti revolusimu belum selesai, jangan berhenti sebab siapa yang berhenti akan diseret oleh sejarah... ini tujuan kita ini maksud kita, ini tekad kita dengan mengadakan negara ini yang kita proklamirkan 17 Agustus 45, nation character building! (Soekarno)

2 komentar: